Senin, 22 Juli 2019

Pelanggaran Etika Bisnis oleh PT. Ajinomoto Indonesia (ETIKA BISNIS TUGAS KEDUA)


ETIKA BISNIS

Pelanggaran Etika Bisnis oleh
PT. Ajinomoto Indonesia





Kelompok 6
3EA16

Disusun Oleh:

Nadya Eka Putri                                 15216274
Nurul Fauziah                                     15216616
Ranindya Putri R.                               16216082
Yudha Kumara                                   17216824




ATA 2019/2020
Fakultas Ekonomi
Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok





1.    PT. Ajinomoto Indonesia
PT Ajinomoto Indonesia berdiri tahun 1969 di Jakarta. Pada tahun 1970 mendirikan pabrik pertamanya di Mojokerto-Jawa Timur dengan produk utama penyedap rasa dengan merek AJI-NO-MOTO® yang dipasarkan ke seluruh wilayah Indonesia. Pabrik kedua di Karawang didirikan pada tahun 2012 dengan tujuan memenuhi kebutuhan produk-produk bumbu masak bagi masyarakat Indonesia. Di tahun 2015, PT. Ajinomoto Bakery Indonesia resmi didirikan. Pabrik di Karawang timur dengan Japan Technology dan Japanese Staff yang berpengalaman akan mulai beroperasi di Agustus 2016.
Saat ini selain AJI-NO-MOTO®, group Ajinomoto Indonesia memproduksi Masako® bumbu kaldu penyedap, Sajiku® bumbu prakts siap saji, SAORI® bumbu masakan Asia dan Mayumi® mayonanaise yummy. Sekarang Group Ajinomoto Indonesia terdiri dari PT Ajinomoto Indonesia, PT Ajinomoto Bakery Indonesia, PT Ajinex International, PT Ajinomoto Sales Indonesia. PT Ajinomoto Sales Indonesia yang memiliki cabang penjualan di Jakarta, Surabaya, dan Medan.

2.    Pelanggaran Etika Bisnis PT Ajinomoto Indonesia
Etika Produksi adalah seperangkat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menegaskan tentang benar dan salahnya hal hal yang dilakukan dalam proses produksi atau dalam proses penambahan nilai guna barang.
PT Ajinomoto Indonesia merupakan produsen bumbu masak merek Ajinomoto. Perusahaan ini memiliki kantor pusat di Jepang dimana Ajinomoto pusat merupakan salah satu dari 36 perusahaan makanan dan minuman terbesar di dunia. Sehubungan dengan akan berakhirnya sertifikat Halal dari MUI untuk AJI-NO-MOTO pada September 2000, maka PT Ajinomoto Indonesia mengajukan perpanjangan sertifikat Halalnya pada akhir Juni 2000. Audit kemudian dilakukan oleh LPPOMMUI Pusat (2 orang), LPPOMMUI Jatim, BPOM, Balai POM Surabaya dan dari Departemen Agama pada tanggal 7 Agustus 2000. Pada 7 Oktober 2000, Komisi Fatwa memutuskan bahwa Bactosoytone tidak dapat digunakan sebagai bahan dalam media pembiakan mikroba untuk menghasilkan MSG. PT Ajinomoto Indonesia diminta untuk mencari alternatif bahan pengganti Bactosoytone.Sesuai dengan instruksi Komisi Fatwa, PT Ajinomoto Indonesia mengganti Bactosoytone dengan Mameno dalam tempo 2 bulan. LPPOMMUI melakukan audit sehubungan dengan penggantian Bactosoytone dengan Mameno pada 4 Desember 2000. Mereka memutuskan Mameno dapat digunakan dalam proses pembiakan mikroba untuk menghasilkan MSG. Komisi Fatwa melakukan rapat kedua pada 16 November 2000.
LPPOMMUI menyampaikan hasil rapat tersebut kepada PT Ajinomoto Indonesia pada 18 Desember 2000, bahwa produk yang menggunakan Bactosoytone dinyatakan Haram. MUI mengirim surat kepada PT Ajinomoto Indonesia pada 19 Desember 2000 untuk menarik semua produk Ajinomoto yang diproduksi dan diedarkan sebelum tanggal 23 November 2000 (Produk yang dihasilkan setelah 23 November 2000 sudah menggunakan Mameno). Namun, pada tanggal tersebut perusahaan sudah memasuki libur bersama Natal dan Tahun Baru. Sekertaris Umum MUI mengumumkan di media massa pada 24 Desember 2000, bahwa produk AJI-NO-MOTO mengandung babi dan masyarakat diminta untuk tidak mengonsumsi bumbu masak AJI-NO-MOTO yang diproduksi pada periode 13 Oktober hingga 16 November 2000.

3.    Tanggapan terhadap pelanggaran etika bisnis PT Ajinomoto Indonesia
Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa beberapa PT. Ajinomoto telah melanggar etika bisnis. Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan. Dalam hal ini perusahaan telah melanggar teori-teori etika seperti teori deontologi dan teologi. Pada teori deontologi, perusahaan telah melakukan pelanggaran menggunakan bahan yang tidak seharusnya digunakan dalam senuah produk yang bersertifikat halal, perusahaan juga melanggar tidak memenuhi pemeriksaan yang harusnya dilakukan dan perusahaan melakukan pelanggaran dalam keterbukaan bahan-bahan yang ada dalam produk serta halal atau tidak bahan yang terkandung dalam produk tersebut. Sedangkan pada teori teologi, perusahaan telah mengabaikan hak konsumen untuk dapat mengetahui komponen yang terdapat dalam produk tersebut dengan kualitas terjamin seperti kehalalan suatu bahan. Perusahaan tidak memikirkan lebih jauh dampak yang disebabkan bahan yang tidak halal untuk para konsumen yang mengaut agama Islam. Perusahaan hanya memikirkan keuntungan yang akan dicapai.
Dalam hal ini perusahaan telah melanggar prinsip otonomi tidak mengikuti pemeriksaan ke MUI secara rutin. Dan juga telah melanggar prinsip kejujuran, karena mereka telah melakukan ketidakterbukaan terhadap bahan-bahan yang digunakan dalam bumbu penyedap tesebut . Lalu, perusahaan juga telah melanggar prinsip integritas moral, karena berbagai macam cara diupayakan agar nama baik perusahaan tetap terjaga dan membuat konsumen terus mempercayai perusahaan tersebut. Selain itu perusahaan telah melanggar prinsip saling menguntungkan, karena perusahaan menempuh segala cara agar memperoleh keuntungan untuk semua pihak. Akan tetapi pada kenyataannya hanya keuntungan perusahaanlah yang memperoleh keuntungan.

4.    Saran terhadap pelanggaran etika bisnis PT Ajinomoto Indonesia
Bagi setiap perusahaan yang menjalankana suatu usaha atau bisnis diharapkan menerapkan suatu etika dalam perusahaannya Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai. kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Dalam kasus ini seharusnya perusahaan tidak menggunakan bahan yang seharusnya tidak digunakan dalam sebuah produk yang bersertifikat halal, lalu perusahaan sebaiknya lebih terbuka terhadap komponen yang digunakan dalam memproduksi sebuah produk, dan perusahaan harus tetap melakukan pemeriksaan kepada MUI secara rutin untuk tetap menjaga kepercayaan konsumen.


SUMBER DAN REFERENSI



Tidak ada komentar:

Posting Komentar